05 Februari 2016

Sang Guru dan Pangeran tanpa bakat


Siang itu, Dorna, sang guru mengumpulkan para muridnya yang terdiri dari para pangeran Hastinapura ; 100  anak Raja Drestarata dan 5 anak Pandu, Raja Hastinaterdahulu di tempat berlatih Busur Panah. Sang guru telah mengikat patung burung dari kayu pada sebuah dahan pohon, sehingga tergantung diantara lebatnya daun pohon itu.

Sang Guru memanggil satu per satu muridnya untuk mencoba memanah Patung burung itu. Tetapi setiap murid hendak melepas anak panah, sang guru selalu bertanya, "Wahai Pangeran, apakah yang kau lihat? Jawablah dengan jujur". Jawaban para Pangeran tidak ada yang memuaskan sang guru sehingga ia melarang mereka melepaskan anak panah. Hingga tibalah giliran Yudistira, anak pertama Pandu.
Saat Yudistira menarik anak panah, sang Guru kembali menanyakan pertanyaan yang sama, "Wahai Pangeran, apakah yang kau lihat? Jawablah dengan jujur".  Yudistira menjawab," Guru, hamba melihat banyak hal... hamba melihat patung burung digantung dengan tali berwarna merah di dahan penuh daun hijau, meski pun ada 3 helai daun mulai menguning. Hamba melihat buah pohon sebagian sudah masak dan siap dipetik. Hamba melihat daun-daun yang ditiup angin. Hamba pun melihat gerombolan semut di sisi kanan pohon sedang membawa makanan. Hamba pun melihat sarang burung di dahan paling atas pohon tersebut...." 

Sang guru segera memotong perkataan Yudistira, "Cukup, Pangeran. jangan kau lepas panahmu itu. Percuma saja tidak akan mengenai patung burung itu.". Yudistira menuruti perkataan sang guru, dan meletakan kembali busur dan panah pada tempatnya. Para Pangeran lain tertawa, dan mengejek Yudistira. Kata seorang Pangeran, " Wahai Yudistira, bukan kah Engkau ini calon raja Hastinapura? Bagaimana mungkin engkau menjadi seorang raja, jika engkau tidak memiliki kemampuan dalam berperang?" Ejekan semakin keras karena mereka teringat bahwa Yudistira lah calon pewaris tahta Hastina Pura. Yudistira hanya terdiam, dan dengan tenang kembali ke tempat ia duduk sebelumnya.
Setelah suasana tenang kembali, Sang Guru memandang Yudistira sejenak lalu memandang semua muridnya. Lalu dia berkata, "Para muridku, untuk menjadi seorang ksatria di medan pertempuran, kalian harus mampu fokus pada pertempuran yang kalian jalani. Jangan pernah memikirkan hal lain... jangan memikirkan ayah ibumu, jangan pikirkan saudaramu, jangan pikirkan hidangan makan malam yang akan kau santap. Curahkan segenap kemampuanmu pada pertempuran itu. Lihat dan baca gerakan musuhmu baik-baik, dan segeralah menangkis dan memberi balasan".
Sang Guru melanjutkan, "Seseorang yang mampu melihat banyak hal sekaligus, tidaklah cocok menjadi seorang Ksatria, tetapi itu adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang RAJA. Seorang raja harus mampu melihat segala hal dari berbagai sudut pandang, bahkan sesuatu yang remeh pun tidak boleh lolos dari pandangan seorang raja. Seorang Raja perlu memiliki kemampuan ini agar dia dapat mempertimbangkan segala untung rugi dan dapat mengambil kebijakan yang menjadi solusi terbaik bagi suatu masalah."

Seorang guru harus mampu melihat potensi dari para muridnya, meskipun itu tidak sesuai dengan cita-citanya sendiri, atau kemauan dirinya. Tugas Guru lah untuk membimbing para murid mengembangkan potensi itu dan menjadikannya sebuah kemampuan yang dapat membanggakan sang Guru sendiri